Sejarah Balai Perguruan Tinggi berdasarkan Laporan Dies yang kesatu tahun 1974 tertulis “Siapakah mula-mula yang mempunyai pikiran untuk mendirikan Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada?”. Pada tanggal 24 Januari 1946 di Gedung S.M.T. Kotabaru, Yogyakarta diadakan pertemuan antara beberapa cerdik pandai untuk mendiskusikan kemungkinan mendirikan balai perguruan tinggi (universitas swasta) di Yogyakarta, sebagai promotor Sdr. Mr. Boediarto (ketua), Sdr. Ir. Marsito, Sdr. Prof. Dr. Prijono dan Sdr. Mr. Soenardjo. Pengurus terdiri dari Dr. Soeleiman, Dr. Boentaran, Dr. Soeharto, B.P.H. Bintoro, Prof. H. Farid Ma’ruf, Mr. Mangunjudo, K.P.H. Nototaruno, dan Prof. Ir. Rooseno.
Ada beberapa definisi kata rektor yaitu: dalam pengertian akademis, agama, dan politik. Rektor dalam lingkup akademis merupakan jabatan pimpinan utama dari lembaga pendidikan formal, pada umumnya di lingkup Perguruan Tinggi (universitas dan institut). Rektor dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai pimpinan lembaga perguruan tinggi. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional 2009 (UU SISDIKNAS), Rektor adalah pimpinan tertinggi perguruan tinggi yang berkewajiban memajukan ilmu pengetahuan di masing-masing institusi melalui pendidikan dan penelitian, serta memberikan kontribusi maksimal kepada khalayak luas.
Orientasi studi dan pengenalan kampus atau yang sering kita dengar dengan istilah ”Ospek” merupakan pintu gerbang memasuki perguruan tinggi bagi setiap mahasiswa baru. Ospek merupakan salah satu sarana untuk membentuk watak dan kepribadian bagi seorang mahasiswa baru.
Tidak sia-sia nama Gadjah Mada dipilih untuk nama Universitas kita…
(Laporan Tahunan Rektor UGM 19 September 1964)
Nama tidak hanya sekedar deretan huruf yang membentuk kata. Demikian halnya dengan nama Universitas Gadjah Mada. “Gadjah Mada” mengandung makna dan harapan. Seperti yang tercatat dalam laporan tahunan Rektor UGM tahun 1964 bahwa mengambil Gadjah Mada sebagai nama universitas kita bukanlah hal yang sia-sia.
Pada tahun 1964 dalam Rapat Senat Terbuka Univeritas Gadjah Mada diperingati 600 tahun wafatnya Mahapatih Gadjah Mada, Mahapatih Negara Kesatuan Madjapahit. Dalam rapat senat tersebut disampaikan gambaran kemungkinan membentuk sebuah negara kesatuan baik negara asing maupun negara Indonesia. Dasar-dasar ilmiah yang sangat kuat sekalipun, belum mampu menjamin mudahnya pembangunan negara kesatuan dalam daerah kepulauan yang demikian luas. Namun kesatuan politik berupa Kerajaan Majapahit yang meliputi seluruh kepulauan Indonesia telah terbentuk pada jaman Hayam Wuruk (1350-1389) atas jasa Mahapatih Gadjah Mada.
Universitas Gadjah Mada (UGM) merupakan universitas pertama yang didirikan oleh Pemerintah Republik Indonesia (RI). UGM dilahirkan dalam suasana penuh semangat dan harapan di tengah-tengah kancah perjuangan merebut kembali kemerdekaan. Universitas tersebut merupakan gabungan berbagai perguruan tinggi yang sudah ada sebelumnya. Tepat setengah tahun setelah Kemerdekaan Indonesia yaitu pada 17 Februari 1946 berdirilah perguruan tinggi swasta bernama Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada (BPTGM) di Yogyakarta. Setelah itu secara berangsur-angsur dalam kurun waktu 2 tahun, antara tahun 1946 – 1948, Pemerintah Indonesia yang mengungsi ke Yogyakarta juga telah mendirikan beberapa perguruan tinggi. Di Yogyakarta pemerintah mendirikan Sekolah Tinggi Teknik dan Akademi Ilmu Politik. Di Klaten berdiri Perguruan Tinggi Kedokteran, Perguruan Tinggi Kedokteran Hewan, dan Perguruan Tinggi Pertanian. Sementara di Solo Pemerintah membangun Perguruan Tinggi Kedokteran (Bagian Klinik) dan Balai Pendidikan Hukum. Didorong oleh cita-cita pemerintah untuk memiliki universitas nasional sendiri dan didasari oleh semangat dan kebesaran jiwa semua pihak, akhirnya kedelapan lembaga tersebut digabung menjadi sebuah universitas dengan nama ”Universiteit Negeri Gadjah Mada”. Penggabungan tersebut disyahkan melalui Peraturan Pemerintah No. 23 tanggal 16 Desember 1949.
Kedudukan Yogyakarta sebagai Ibukota RI yang baru telah mendorong pendirian pendidikan tinggi milik pemerintah dan pendirian pendidikan tinggi oleh swasta. Rencana pendirian pendidikan tinggi oleh pihak swasta dipelopori oleh antara lain Boediarto, Prijono, dan Soenarjo. Dalam pertemuan tanggal 24 Januari 1946 di Sekolah Menengah Tinggi (SMT) di Kotabaru yang dihadiri
tokoh-tokoh nasional telah dibicarakan rencana pendirian sebuah badan penyelenggara pendidikan tinggi oleh yayasan swasta. Dalam pertemuan tersebut juga dibentuk sebuah panitia yang terdiri Ki Hajar Dewantara, Soenarjo, Darmosapoetro, Abutari, B.P.H. Bintoro, Boediarto, Boentaran, Faried Ma‟ruf, Marsito, Prijono, Roosseno, Soekiman, K.R.T. Notojoedo, K.P.H. Nototaroeno, dan Sajid Mangoenjoedo. Tanggal 17 Februari 1946, panitia tersebut berhasil mendapatkan Akta Notaris pendirian yayasan ”Balai
Perguruan Tinggi Gadjah Mada” (BPTGM). Kemudian pada pertemuan tanggal 28 Februari 1946 telah disepakati pembentukan Badan Wakaf dan Dewan Kurator. Badan Wakaf diketuai oleh Boediarto sedangkan presiden Dewan Kurator Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan wakil presidennya adalah Ki Hajar Dewantara. Pengumuman resmi pembentukan BPTGM baru dilakukan pada tanggal 3 Maret 1946 di gedung Komite Nasional Indonesia (KNI) di Malioboro. Pada saat didirikan, BPTGM memiliki dua Fakultas yaitu (1) Faculteit Hoekoem dan Economie, dan (2) Faculteit Sastra, Filsafat, dan Keboedajaan.
Bangsa Indonesia wajib bersyukur karena diberikan karunia kekayaan alam yang melimpah, bahkan kekayaan itu tidak dimiliki oleh bangsa lain, diantaranya adalah Pesut Mahakam. Pesut Mahakam termasuk satwa langka di dunia dan mempunyai nilai estetika, ekologis, dan ilmiah yang tinggi. Menurut sumber dari Wikipedia populasi satwa langka yang dilindungi undang-undang ini hanya terdapat pada tiga lokasi di dunia yakni Sungai Mahakam, Sungai Mekong, dan Sungai Irawady. Namun, diberitakan bahwa pesut di Mekong dan Sungai Irrawaddy sudah punah. Di Indonesia satwa ini sudah ditetapkan sebagai binatang yang harus dilindungi berdasarkan SK Menpan Th 1975 No 35/Kpts/Um/I/1975.