Pedagang Kaki Lima atau disingkat PKL merupakan bagian dari anggota masysarakat yang perlu dikelola sehingga mampu mandiri memenuhi kebutuhan hidup dan mengembangkan usaha informalnya. Pengelolaan pedagang kaki lima bukanlah persoalan yang mudah dan sederhana, karena menyangkut beberapa aspek seperti ekonomi, sosial dan budaya. PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang melakukan kegiatan komersial di atas daerah milik jalan (DMJ) yang diperuntukkan bagi pejalan kaki. Ada yang mengartikan pedagang kaki lima adalah mereka yang berjualan dengan menggunakan gerobak sehingga jumlah kaki pedagangnya ada lima. Masalah yang timbul dengan adanya pedagang kaki lima adalah keberadaan mereka yang berada di trotoar yang sebenarnya dipergunakan untuk pejalan kaki, dapat mengganggu pengendara kendaraan bermotor. Selain itu ada PKL yang menggunakan sungai dan saluran air terdekat untuk membuang sampah dan air cuci. Dimana hal tersebut dapat mengganggu kebersihan, keindahan, dan keberlangsungan air bersih.
Universitas Gadjah Mada (UGM) kampus dengan 18 fakultas sebagai tempat berkumpulnya mahasiswa dan karyawan, bisa dibayangkan berapa jumlah orang yang berada dalam kawasan UGM dalam satu waktu setiap harinya. Tidak dapat dipungkiri bahwa dimana ada sekumpulan orang pasti ada kebutuhan yang akan muncul. Begitu juga dengan UGM, dimana ada mahasiswa dan karyawan akan muncul kebutuhan, peluang akan kebutuhan tersebut ditangkap oleh pedagang kaki lima. Tidak mudah untuk menertibkan PKL, khususnya di UGM. Satu sisi PKL merupakan mata pencaharian rakyat kecil dan UGM mempunyai empati terhadap kehidupan rakyat kecil. Namun di sisi lain UGM tidak mau lingkungan kampusnya menjadi kurang baik dengan adanya PKL yang tidak terawat atau tidak teratur. Untuk itu perlu dilakukan penertiban PKL di lingkungan UGM.