Strategi Penerjemahan Istilah Kearsipan dari Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia terhadap Kamus Istilah Kearsipan Karangan Sulistyo Basuki

Secara historis praktik kearsipan di Indonesia merupakan warisan dari bangsa Belanda yang telah menjajah negara kita berabad-abad lamanya. Istilah “arsip” sendiri diserap dari bahasa Belanda, yaitu archief. Oleh karena itu, sampai saat ini banyak peristilahan kearsipan kita yang masih dipengaruhi oleh istilah Belanda seperti kata/frasa arsip dinamis, arsip statis, inventaris, rubrik, dosir, seri, bundel, dsb. Untuk menyamakan persepsi bagi para praktisi kearsipan terhadap istilah kearsipan maka perlu dibuat kamus istilah kearsipan yang baku. Sampai saat ini sudah ada 3 jenis kamus istilah kearsipan yang diterbitkan yaitu:

  1. Istilah Kearsipan Indonesia karangan Hardi Suhardi dan Yayan Daryan terbitan Sigma Cipta Utama tahun 1998;
  2. Terminologi Kearsipan Nasional karangan Sauki Hadiwardoyo terbitan ANRI tahun 2002;
  3. Kamus Istilah Kearsipan karangan Sulistyo Basuki terbitan Kanisius tahun 2005.

Sebenarnya masih ada lagi kamus Istilah Perpustakaan dan Dokumentasi karangan Nurhaidi Magetsari terbitan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1992, namun sengaja penulis kesampingkan karena dalam penelitian ini fokusnya adalah kamus istilah kearsipan secara eksklusif, bukan yang inklusif dengan rumpun dokumentasi lainnya seperti perpustakaan maupun museum.

Dari ketiga jenis kamus kearsipan di atas, kamus nomor 1 dan 2 adalah karangan praktisi kearsipan (arsiparis) yang bekerja di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) yang masih menggunakan pendekatan Belanda. Selain itu, kedua kamus tersebut juga kebanyakan dari Bahasa Indonesia. Adapun yang terakhir adalah kamus istilah kearsipan yang disusun dengan menggunakan pendekatan Anglo-Saxon yang lemanya berbahasa Inggris sehingga menjadikan alasan penulis memilih kamus karya Sulistyo Basuki dalam penelitian ini. Sulistyo Basuki saat menyusun kamus tersebut masih bekerja di ANRI yang sebelumnya telah lama bergelut di dunia akademis sebagai pengajar ilmu perpustakaan dan kearsipan di Universitas Indonesia.

Dalam menyusun kamus tersebut Sulistyo Basuki menggunakan pendekatan Anglo-Saxon yang membedakan istilah records dan archives. Menurut Sulistyo Basuki (2005) pemakaian istilah kearsipan, kita masih rancu khususnya bila dihadapkan pada era sekarang yang menuntut penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa internasional. Pengaruh bahasa Inggris dalam literatur kearsipan selalu membedakan konsep records dan archives . Secara struktural, sebenarnya istilah records cukup diterjemahkan menjadi rekod, dan archives menjadi arsip saja. Karena pengaruh Belanda masih kuat di Arsip Nasional, istilah records diterjemahkan menjadi arsip dinamis, sementara archives menjadi arsip statis atau arsip saja. Sebenarnya istilah arsip dinamis dan arsip statis diserap secara struktural dari bahasa Belanda dynamische archief dan statische archief. Jadi, kata dasarnya masih  archief atau arsip saja.

Pendekatan Belanda ini bila dihadapkan dengan literatur bahasa Inggris sebenarnya tidak menimbulkan  masalah bila dipakai secara konsisten secara struktural, namun akan menjadi kabur bila dilihat secara semantis. Sebagai contoh,  seringkali kita menjumpai istilah records retention schedule. Penerjemahan secara struktural dari istilah tersebut ke dalam Bahasa Indonesia yang benar adalah jadwal retensi rekod atau jadwal retensi arsip dinamis. Namun seringkali oleh masyarakat kearsipan kita, bahkan oleh Arsip Nasional cukup diterjemahkan menjadi Jadwal Retensi Arsip. Hal ini kurang tepat baik dilihat dari pendekatan struktural maupun semantis. Secara struktural, bahasa sumber (BSu) records retention schedule diterjemahkan menjadi bahasa sasaran (BSa) jadwal retensi rekod atau jadwal retensi arsip dinamis bukan jadwal retensi arsip saja. Istilah yang baku dalam bahasa Inggris adalah records retention schedule bukan archives retention schedule sehingga tidak pas menggunakan istilah jadwal retensi arsip saja. Begitu juga secara semantis akan menjadi kurang tepat karena yang dibuatkan jadwal retensi adalah arsip dinamis/rekod (records), bukan arsip statis (archives). Bukankah arsip statis itu merupakan rekod yang terpilih yang bernilai guna berkelanjutan (enduring value) sehingga harus disimpan permanen? Mengapa harus ada retensinya lagi?

Dari permasalahan tersebut, penulis ingin mengetahui strategi penerjemahan kamus istilah kearsipan dari bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia yang digunakan oleh Sulistyo Basuki. Tentu saja dengan pendekatan Anglo-Saxon-nya karena bagaimanapun juga istilah kearsipan harus menyesuaikan perkembangan terkini yang mengharuskan penyesuaian dengan literatur berbahasa Inggris sehingga istilah  kearsipan kita menjadi baku, konsisten dan dapat dipahami bukan hanya oleh praktisi kearsipan (arsiparis) namun juga oleh kalangan akademis.