Kebijakan Pengembangan Arsiparis di Indonesia dan Tantangannya dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)

Oleh Kurniatun

Pada tahun 2015 sudah sering kita dengar atau baca istilah MEA baik di media elektronik maupun media cetak serta tuntutan kesiapan untuk menghadapinya. MEA 2015 merupakan realisasi pasar bebas di kawasan Asia Tenggara yang susah dicanangkan pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asean di Singapura pada tahun 1992. Adapun tujuan dibentuknya MEA adalah untuk meningkatkanstabilitas perekonomian di kawasan Asean dan diharapkan dapat mengatasi permasalahanpermasalahan di bidang ekonomi antar negara anggota Asean. Dampak dari kesepakatan MEA tersebut adalah adanya aliran bebas barang dari dan ke negara-negara anggota ASEAN, arus bebas jasa, arus bebas investasi, arus bebas tenaga kerja, dan arus bebas modal. Hal itu dapat berdampak positif dan negatif bagi Indonesia. Dampak positifnya bagi Indonesia adalah Indonesia dapat memperluas jangkauan investasi dan pemasaran produk-produk di kawasan Asia Tenggara dengan biaya yang lebih murah. Tenaga kerja Indonesia juga bisa bebas bekerja di kawasan Asean. Dampak negatifnya yaitu mutu pendidikan tenaga kerja yang masih rendah akan menjadi peluang bagi negara-negara Asean lainnya untuk mengisi sektor pasar tenaga kerja di Indonesia.

Oleh karena MEA sudah mulai berlaku, pemerintah Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan dan melakukan langkah strategis dalam sektor pasar tenaga kerja ini dalam rangka memberikan perlindungan kepada warga negaranya agar dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri, termasuk dalam bidang kearsipan. Persaingan MEA yang ketat menuntut Indonesia untuk mempersiapkan arsiparis agar mampu bekerja dengan terampil, cerdas, dan kompetitif. Sebagai Lembaga Pembina Kearsipan Pusat, Arsip Nasional Republik Indonesia sudah melakukan beberapa kebijakan dalam menghadapi MEA.