Dari Samudera untuk Dunia: Penominasian Arsip Tsunami Samudera Hindia Sebagai Memory of The World(MoW) UNESCO

oleh Adhie Gesit Pambudi

Pada tahun 2004, terjadi bencana mega-tsunami yang melanda Samudera Hindia. Tsunami ini dipicu oleh gempa bumi dengan kekuatan 9,15 skala Richter di kedalaman sekitar 30 km di bawah laut yang mengakibatkan gelombang pasang dengan ketinggian mencapai 30 meter (Lavigne, 2009). Hal ini menimbulkan kerusakan secara masif di berbagai negara seperti Indonesia, Sri Lanka, Malaysia, Thailand, India, dan beberapa negara lainnya. Jumlah korban jiwa akibat hempasan tsunami ini mencapai 310.000 orang. Selain itu, bencana ini juga menyebabkan jutaan orang kehilangan tempat tinggal, harta benda, dan sanak keluarga. Peristiwa ini merupakan salah satu bencana tsunami terdahsyat sepanjang sejarah umat manusia. Akibat dari bencana ini, dukungan dan bantuan kemudian berdatangan dari seluruh penjuru
dunia. Masyarakat dunia bersatu padu dan bergandeng tangan dalam membantu meringankan penderitaan korban bencana tersebut . Tidak hanya itu, pemerintah masing-masing negara juga melakukan program
rekonstruksi dan rehabilitasi terhadap daerah yang terkena dampak akibat tsunami di negara mereka yang salah satunya adalah pemerintah Indonesia.

Peristiwa dan kegiatan penanggulangan bencana, termasuk rekonstruksi dan rehabilitasi pascatsunami 2004
terekam dalam Arsip Tsunami Samudera Hindia di berbagai negara yang terkena dampak tsunami. Arsip ini menjadi memori kolektif bagi bangsa-bangsa yang terkena dampak langsung bencana tsunami pada khususnya dan bangsa-bangsa seluruh dunia pada umumnya. Arsip ini tidak hanya berisi informasi mengenai bencana tersebut, tetapi juga semangat persatuan, solidaritas, kesetiakawanan antarbangsa di
dunia. Arsip ini juga menjadi simbol ketabahan, kekuatan dan perjuangan bangsa-bangsa yang terkena dampak Tsunami di wilayah Samudera Hindia. Berangkat dari pentingnya keberadaan arsip Tsunami
Samudera Hindia bagi masyarakat dunia, pemerintah Indonesia melalui Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) menominasikan arsip tersebut sebagai memori dunia dalam program Memory of the World ( MoW ) yang diselenggarakan oleh United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) pada periode 2016-2017.

Dalam dunia komunitas kearsipan Indonesia, penominasian arsip sebagai warisan dokumenter sebagai MoW belum menjadi perhatian utama. Demikian pula dengan penominasian Arsip Tsunami Samudera Hindia sebagai MoW pada periode 2016 – 2017. Salah satu penyebabnya adalah masih minimnya pengetahuan
komunitas kearsipan Indonesia tentang program MoW UNESCO. Hal ini disebabkan karena buku, artikel, ataupun tulisan kearsipan yang membahas tentang seluk beluk arsip sebagai MoW masih sangat terbatas.
Sebagai salah satu negara anggota UNESCO, Indonesia sebenarnya telah melakukan penominasian sebuah warisan dokumenter sebagai MoW. Pada tahun 2003, Indonesia memiliki andil dalam pengajuan arsip
Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) sebagai MoW yang dilakukan melalui Joint Nomination dengan negara Belanda sebagai pemrakarsa utama. Pada tahun 2011, warisan dokumenter Indonesia lainnya yaitu manuskrip La Galigo kembali menjadi MoW yang disusul dengan manuskrip Babad Diponegoro dan Kitab Negara Kertagama pada tahun 2013. Namun, ketiga warisan dokumenter terakhir bukanmerupakan khazanah arsip. Baru pada tahun 2015, arsip Konferensi Asia Afrika 1955 kembali mewakili warisan dokumenter Indonesia yang menjadi MoW dalam bentuk arsip.

Meskipun Indonesia memiliki pengalaman dalam pengajuan warisan dokumenter sebagai MoW, proses pengajuan setiap nominasi memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena karakteristik informasi dan fisik warisan dokumenter yang dinominasikan memiliki perbedaan satu sama lain. Hal tersebut menjadi permasalahan yang menarik untuk dibahas khususnya terkait dengan proses
penominasian Arsip Tsunami Samudera Hindia sebagai MoW. Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini berusaha menjawab beberapa pertanyaan sebagai berikut:

  1. Apa yang dimaksud dengan Program MoW dan bagaimana keterlibatan Indonesia di dalamnya?
  2. Bagaimana proses pengajuan Arsip Tsunami Samudera Hindia sebagai warisan dokumenter menjadi MoW?