oleh Musliichah
Tanggal 9 April 2014 yang lalu, Indonesia telah menggelar pesta demokrasi yaitu pemilihan umum (pemilu). Agenda lima tahunan ini digelar untuk memilih para wakil rakyat yang akan menjadi bagian penting bahkan mungkin terpenting dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pesta demokrasi berikutnya digelar pada tanggal 9 Juli 2014 untuk memilih orang nomor satu dan nomor dua di Indonesia yakni Presiden dan Wakil Presiden Indonesia. Peristiwa besar yang rutin digelar ini ternyata masih terdapat banyak kekurangan. Setahun sebelum pesta digelar, berbagai masalah muncul, seperti tidak beresnya Daftar Pemilih Tetap (DPT). Ketidakberesan DPT ini merupakan sebuah masalah yang sangat fundamental karena menyangkut hak asasi manusia (HAM). Jika ada masyarakat yang mempunyai hak pilih tetapi tidak terdaftar maka negara telah melakukan pelanggaran HAM. Atau sebaliknya , ada penggelembungan atau manipulasi DPT, maka ini juga merupakan kejahatan/ korupsi politik. Selain DPT ada juga kasus manipulasi penghitungan suara.
Jenis pemilu sangat beragam, mulai dari pemilu legislatif, pemilu presiden dan wakil presiden, maupun pemilihan kepala daerah (pilkada) untuk memilih kepala daerah tingkat kabupaten maupun propinsi. Oleh karena itu, manajemen penyelenggaraan pemilu harus ditingkatkan kualitasnya. Penyelenggaraan pemilu di Indonesia dilakukan oleh penyelenggara pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Penyelenggaraan pemilu di negeri ini masih perlu pembenahan, masih banyak kekurangan dan pelanggaran. Diberitakan bahwa sejak Januari hingga Desember 2013, ada 577 kasus yang diadukan. Jumlah kasus pengaduan pada 2013 itu meningkat dibandingkan 2012 lalu, yang hanya 99 kasus (www.tempo.com).
Melihat jumlah pelanggaran maupun kekurangan yang terjadi dalam pemilu terus meningkat, maka harus segera diperbaiki dan jangan sampai terulang kembali. Penyelenggaraan pemilu yang telah lalu serta berbagai kasus pelanggaran maupun kekurangan yang terjadi harus menjadi pembelajaran bagi penyelenggara pemilu maupun masyarakat. Penyebab kekurangan maupun pelanggaran tersebut bisa berasal dari penyelenggara pemilu atau masyarakat, atau bahkan dari kedua belah pihak.
Masalah DPT yang tidak akurat dan manipulasi rekapitulasi hasil suara menarik perhatian karena kasus ini selalu berulang. Oleh karena itu perlu dikaji apakah ada kaitan antara kasus tersebut dengan kearsipan negara kita serta sejauh mana peran kearsipan dalam mendorong proses demokrasi dalam hal ini pemilu.