oleh Joseph Army Sadhyoko
Yoshi Fajar Kresno Murti pernah melontarkan dua buah problematika kerja arsip dan pengarsipan seni budaya di Indonesia yang selalu dimaknai oleh pemerintah sebagai perkara politic of claim dan politic of access. Pada problem pertama, politic of claim menekankan motif pendokumentasian selalu didasari oleh pemahaman bahwa arsip diperlukan untuk menjaga “keunikan” aset seni budaya bangsa. Sementara itu, pada problem kedua, politic of access menjadi sangat penting untuk menjaga akses otoritas (identitas atau lokalitas) yang dibayangkan oleh nalar pemerintah mempunyai keunikan atau bersifat tiada duanya (adiluhung). Kedua problem tersebut dianggap oleh Yoshi dan kawan-kawan sesama pegiat kearsipan budaya di Indonesia, sebagai bentuk legitimasi pemerintahan yang gagal dipraktikan. Kegagalan ini tentunya diharapkan tidak akan menular pada kerja arsip di bidang lainnya. Kerja arsip harus terus berjalan sesuai yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.
Berdasarkan undang-undang kearsipan tersebut, arsip secara luas dipahami sebagai rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, 3 berbangsa, dan bernegara . Arsip budaya merupakan salah satu bagian dari pengertian ini yang secara khusus merekam kegiatan yang berhubungan dengan kebudayaan dalam media tertentu. Dalam karya tulis ilmiah ini, penulis memilih pembahasan khusus pada arsip media massa yang dalam bentuk surat kabar atau koran.
Surat kabar atau koran memiliki pengertian, yaitu lembaran-lembaran kertas bertuliskan kabar (berita) dan sebagainya, terbagi dalam kolom-kolom (8-9 kolom), terbit 4 setiap hari atau secara periodik . Penerbitan yang periodik dan memuat kabar-kabar yang dicatat secara aktual sesuai dengan peristiwa yang terjadi sezaman, menjadikan kerja pengarsipan surat kabar memiliki peran yang vital. Sartono Kartodirdjo mendukung peran vital dari surat kabar sebagai salah satu bahan dokumenter. Menurut Sartono ada empat jenis bahan dokumenter, yaitu otobiografi, surat kabar, dokumen-dokumen pemerintah, dan cerita roman. Keempat jenis bahan dokumenter ini sangat penting bagi ilmu sejarah secara khusus dan perkembangan ilmu pengetahuan lainnya secara umum.
Sejak abad 19 surat kabar sudah digunakan sebagai bahan dokumenter yang berharga. Ruang lingkupnya sangat luas meliputi soal-soal lokal sampai internasional. Segi substantifnya menc akup berbagai segi kehidupan sosial, meskipun pada umumnya segi politik yang diutamakan. Fokus perhatiannya juga meliputi berbagai golongan usia dan sebenarnya disesuaikan dengan perhatian publik yang sangat heterogen. Keuntungan dari berita-berita yang dimuat di surat kabar adalah seringnya surat kabar memuat informasi yang tidak akan pe rnah dicantumkan dalam salah satu dokumen pemerintah dan informasinya memuat faktafakta berita yang berjarak sangat pendek dengan waktu terjadinya peristiwa, sehingga pada 5 umumnya tepat .
Suara Merdeka sebagai salah satu media massa lokal terbesar di Indonesia sangat menyadari pentinganya pengelolaan arsip surat kabarnya. Secara khusus sejak 2003 pihak manajemen redaksi membangun Depo Arsip Suara Merdeka untuk mewadahi penyimpanan dan pengelolaan arsip koran Suara Merdeka. Dengan jargon dari Budi Santoso, pemilik perusahaan ini yang terpajang di salah satu dinding kantor Depo Arsip yang bertuliskan “Berkembang Sekarang untuk Bertahan Esok”, Suara Merdeka ingin secara tulus dan ikhlas menyumbangkan yang dimiliki untuk perkembangan ilmu pengetahuan yang termuat dalam setiap pemberitaannya. Jargon ini penulis intepretasikan sebagai sebuah proses pengelolaan arsip yang harus mengikuti perkembangan teknologi media massa pada masa kini. Tujuan jangka panjang Depo Arsip Suara Merdeka adalah bisa terus bertahan dalam memberikan pelayanan kepada para pengguna arsip koran Suara Merdeka.
Ahmad Zaini Bisri, salah satu redaktur senior Suara Merdeka, pernah menulis sebuah artikel mengenai Depo Arsip Suara Merdeka dan kerja arsip yang diadakan di dalamnya. Ia memberikan julukan tempat ini sebagai “gudang arsip yang tak ternilai harganya yang memuat harta karun”. “Harta karun” itu berupa kumpulan fakta, pendapat, kejadian baik secara naratif maupun piktografis (gambar) di berbagai daerah di Jawa Tengah sejak 11 Februari 1950 hingga sekarang, dan isu isu nasional dan internasional yang penting juga tidak ketinggalan. Semua “harta karun” tersebut sebagian besar sudah diubah dalam bentuk digital, sehingga bisa dilihat di 6 monitor komputer . Semua kondisi yang telah dijabarkan di atas menjadikan para pengelola Depo Arsip Suara Merdeka terus berjuang untuk mewujudkan pengelolaan arsip yang andal. Lalu, bagaimana, apa bentuk dan apa tujuan pengelolaan arsip yang andal tersebut? Tiga pertanyaan tersebut menjadi pertanyaan permasalahan yang akan diuraikan dalam karya tulis ilmiah ini.